KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan barokah-Nya,
Makalah Asuhan Keperawatan dengan gangguan system persyarafan ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang ikut membantu baik langsung
maupun tidak langsung.
Makalah ini
merupakan tugas mata kuliah diberikan oleh dosen mata kuliah keperawatan
medical bedah (KMB) oleh Bpk. Ukkas Hi
Akil S.kep. NS untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan sesuai dengan kurikulum pendidikan keperawatan.
Setelah
mempelajari makalah ini, diharapkan mahasiswa keperawatan dan masyarakat umum
dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan post craniotomi dan
mengaplikasikan pada tatanan klinik baik dirumah akit, pusat-pusat pelayanan
kesehatan maupun dimasyarakat melalui upaya home
health care, sehingga tercapai pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
yang professional dan berkualitas.
Penulis
menyadari makalah ini maih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajian.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya, semoga dengan terbitnya ilmu yang dapat memberikan
khazanah dan bermanfaat bagi semuanya. Amien.
Tolitoli, 16 April 2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………...…………………………………1
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………….2
TINJAUAN
TEORI MEDIS
1.
PENGERTIAN…………………………………………………………..……………3
2. ETIOLOGI……………………………………………………………………………3
3. KOMPLIKASI…………………………………………………….…….……………3
4. PENATALAKSANAAN……...……………………………………….……………..4
5. TEST DIAGNOSTIK......……………………………………………………………..4
TINJAUAN
TEORI MEDIS
1.
PENGKAJIAN………………………………………………….…………………….7
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN………………………………………….…..……..11
3. INTERVENSI DAN
RASIONAL………………………………...…………………11
4. EVALUASI……………………………………………………………………….....18
DAFTAR
PUSTAKA
TINJAUAN TEORI MEDIS
1.
Pengertian
Kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang
tengkorak, Barbara Engram, alih bahasa Suharyati Samba, dkk (1998: 642).
Craniotomy adalah setiap pembedahan pada
tulang tengkorak. Ahmad Ramali (1996: 62)
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Brown CV, Weng J.
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Brown CV, Weng J.
Craniectomy adalah operasi
pengangkatan sebagian tengkorak. Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI.
Craniotomi adalah prosedur untuk
menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Chesnut RM,
Gautille T, Blunt BA.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian dari Craniotomi adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung
kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya
luka yang ada di otak
2.
Etiologi
Etiologi dilakukannya Craniotomy karena
1.
Adanya benturan kepala yang diam terhadap
benda yang sedang bergerak.
Misalnya
pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul.
2.
Kepala
membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya
membentur tanah atau mobil
3. Kombinasi keduanya.
3.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada
pasien post operasi craniotomi antara lain .
1.
Edema
cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan
intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
tromboplebitis.Tromboplebitis postoperasibiasanya
timbul 7 - 14 hari setelah operasi. bahaya besar tromboplebitis timbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
8. Kerusakan integritas kulit
sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.
4. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
perawatan pada pasien post operasi Craniotomi adalah
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
2. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada pasien post craniotomy antara lain
Penatalaksanaan medis pada pasien post craniotomy antara lain
a.
Dexamethason/kalmethason
sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai
dengan berat ringanya trauma
b. Terapi
hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
c.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa
40
% atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
e. Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
e. Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %,
amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
f. Pada
trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi
natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama
(2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.
Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam
kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung nilai ure nitrogennya.
g.
Pembedahan.
h.
Penatalaksanaan
konservatif
Penatalaksanaan konservatif pada pasien post craniotomy antara lain
a. Bedrest total
b. Pemberian obat-obatan
c. Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Penatalaksanaan konservatif pada pasien post craniotomy antara lain
a. Bedrest total
b. Pemberian obat-obatan
c. Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
i.
Perawatan
Pasca Pembedahan
Perawatan Pasca Operasi pada pasien craniostomi antara lain
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai
Perawatan Pasca Operasi pada pasien craniostomi antara lain
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai
drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika Perut tidak kembung, Peristaltik usus normal, Flatus positif, dan Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika Perut tidak kembung, Peristaltik usus normal, Flatus positif, dan Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a.
Sistem
Perkemihan.
Kontrol
volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi,
IV, spinal.
b.
Sistem
Gastrointestinal.
Mual muntahà1) 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan
iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher
serta TIO meningkat.
1) Kaji
fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
2) jumlah,
warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
3) Insersi
NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
a.
Meningkatkan
istirahat.
b.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac
bawah.
c.
Memonitor
perdarahan.
d.
Mencegah obstruksi usus.
e.
Irigasi atau
pemberian obat.
k. Pemeriksaan diagnostik
Terdapat
beberapa pemeriksaan diagnostic pada kraneotomi antara lain :
a.
Arterigrafi
atau Ventricolugram
Untuk
mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b.
CT – SCAN
Dasar dalam menentukan diagnosa.
c.
Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan
posisi selatursika.
d.
Elektroensefalogram (EEG)
Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e.
Ekoensefalogram
Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.
f.
Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari
zat radioaktif.Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu
didapati adalah sebagai berikut :
1.
Identitas
klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan,
alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
2.
Riwayat
kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (<
15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris /
tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.Riwayat penyakit dahulu
haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun
penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3.
Pemeriksaan
Fisik
Aspek neurologis yang
dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang,
tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai
tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila
cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak
juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
a.
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b.
Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c.
Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1.
Perubahan
status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2.
Perubahan
dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, foto fobia.
3.
Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4.
Terjadi
penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5.
Sering
timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
6.
Gangguan
nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia,
disatria, sehingga kesulitan menelan. D.
d.
Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi.
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi.
f.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
4.
Data Fokus
a.
Kepala dan leher
Kepala
Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala),
Palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)
Leher
Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid),
palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea),
mobilitas leher.
b.
Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur,
bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan
pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi
Dilakukan dengan tujuan untuk
mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi
Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.
Auskultasi
Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji
kondisi paru-paru dan rongga pleura.
c.
Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi
Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk mengetahui
adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan
secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik .
Perkusi
Dilakukan untuk mengetahui ukuran
dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada
area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil
foto torak anteroposterior. (Priharjo, 1996).
B.
Diagnosa
keperawatan
1.
Tidak
efektifnya pola napas sehubungan dengan efek anestesi.
2.
Resiko
tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
3.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
4.
Gangguan perfusi jaringan perifer
5. Resiko tinggi terhadap komplikasi (
kraniotomi )
6. Resiko terhadap kerusakan terhadap
penatalaksanaan pemeliharaan di rumah
C.
Intervensi
dan Rasional
1.
Pola nafas
tidak efektif b/d tindakan anastesi,
obstruksi trakeabronkial, neuromuskular
·
Batasan
karakteristik : perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernafasan. Pengurangan
kapasitas vital, apnea, sianosis, pernafasan yang gaduh.
·
Kriteria
evaluasi : Menetapkan pola nafas yang normal/efektif, dan bebas dari sianosis
atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi
rahang, aliran udara faringeal oral.
|
Mencegah obstruksi jalan nafas
|
2.
Auskultasi suara nafas, dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow, dan/atau keheningan setelah
ekstubasi.
|
Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
Berkurangnya suara pernafasan diperkirakan telah terjadinya atelektasis.
Suara crowg dan diam mengambarkan
spasme laring parsial sampai total.
|
3.
Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga dada,
retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara.
|
Dilakuakan untuk memestikan efektivitas pernafasan sehingga upaya
memperbaikinya dapat segera dilakukan.
|
4.
Letakkan posisi pasien yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan
dan jenis pembedahan.
|
Elevasi kepela dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah akan menurunkan tekanan pada diagfragma.
|
5.
Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus.
|
Meningkatnya pernafasan, takikardia, dan/atau bradikardi menunjukkan
kemungkina terjadinya hipoksia.
|
6.
Mandiri
a.
observasi terjadinya somnolen yang berlebihan.
|
Induksi narkotik akan menyebabkan terjadinya depresi pernafasan atau
menekan relaksasi otot-otot dalam sistem pernafasan. Kedua hal ini mungkin
terjadi dan membentuk siklus yang memberikan pola depresi dan keadaan darurat
lain.
|
b.
Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
|
Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya mukus dalam tenggorok
atau trakea
|
7.
Kolaborasi
a.
Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
b.
Berikan obat obatan IV seperti Nalokson ( narkan ) atau Doksapram (
Dopram).
|
Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimakan pengambilan oksigen yang
akat diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong
pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi.
Narkan akan mengubah induksi narkotik yang menekan susunan saraf pusat
dan dopram menstimulasi gerakan otot-otot pernafasan. Kedua obat ini bekerja
secara alami dalam siklus dan depresi pernafasan mungkin akan terjadi
kembali.
|
2.
Resiko
tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
·
Batasan
karakteristik : tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dean gejala membuat
diagnosa aktual.
·
Kriteria
hasil :
1.
Mengindentifikasi
fakto-faktor resiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
2.
Pertahankan
lingkungan aseptik yang aman
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Mandiri
a.
Tetap pada fasilitas kontrol infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan
aseptik.
b.
Uji kesterilan semua peralatan.
Kolaborasi
a.
Berikan antibiotik sesuai petunjuk
|
Tetapkan mekanisme yang yang dirancang untuk mencegah infeksi.
Benda benda yang dipaket mungkin nampak steril, meskipun demikian,setiap
benda harus segera teliti diperiksa kesterilanya, adanya kerusakan pada
pemaketan, efek lingkungan pada paket, dan tehnik pengiriman. Sterilisasi
paket/tanggal kadaluarsa, nomor lot/seri harus didokumentasikan jika perlu.
Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau
kontaminasi.
|
3.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
·
Batasan
karakteristik : gangguan pada permukaan/lapisan kulit dan jaringan
·
Kriteria
hasil :
1.
mencapai
penyembuhan luka
2.
mendemonstrasikan
tingkah laku/tehnik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah
komplikasi.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
a.
Beri penguatan pada balutan awal/penggantian sesuai indikasi. Gunakan
tehnik aseptik yang ketat.
|
Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi
cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
|
b.
Secara hati-hati lepaskan perekat
( sesuai arah pertumbuhan rambut ) dan pembalut pada waktu mengganti.
|
Menggurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka.
|
c.
Gunakan sealant/ barrier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan
perekat yang halus/silk
( hipoalergik atau perekat
montgoumery/elastis untuk membalut luka yang mebutuhkan pergantian balutan
yang sering.
|
Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan
perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus.
|
d.
Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pada pusat insisi menuju
ketepi luar dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstermitas.
|
Dapat menggangu atau membendung sirkulasi pada luka sekaligus bagian
distal dari ekstermitas.
|
Kolaborasi
Irigasi luka; bantu dengan
melakukan debridemen sesuai kebutuhan.
|
Membuang jaringan nekrotik/luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
|
4.
Gangguan perfusi jaringan perifer, perubahan, resti terhadap ganguan vena,
arteri
·
Batasan karakteristik
: -
·
Kriteria
Hasil : mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang stabil, adanya denyut
nadi perifer yang kuat; kulit hangat/kering; kesadaran normal, dan pengeluaran
urinarius individu sesuai.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
a.
Ubah posisi secara perlahan ditempat tidur dan pada saat pemindahan
( terutama pada pasienyang
mendapatkan obat anastesi Fluuothane ).
b.
Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
c.
Cegah dengan menggunakan bantal bantal yang diletakkan dibawah lutut.
Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki
tergantung lama.
d.
Pantau tanda-tanda vital: palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/warna
kulit dan pengisian kapiler, evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
|
Mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan cepat pada
kondisi hipotensi.
Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis
sehingga menurunkan resiko pembentukan
trombus.
Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis dan menurunkan risiko
tromboflebitis.
Merupakan indikator dari volume sirkulasi, mendukunh terjadi perfusi
jaringan.
|
Kolaborasi
a.
Beri cairan IV/produk-produk darah sesuai kebutuhan.
b.
Berikan obat-obatan antiembolik sesuai indikasi
|
Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi jaringan.
Meningkatkan pengembalian aliran vena dan mencegah aliran vena statis
pada kaki untuk menurunkan resiko trombosis.
|
5. Resiko tinggi terhadap komplikasi (
kraniotomi )
·
Batasan
karakteristik : tanda-tanda dini meningkatnya tekanan intrakranial, kejang dan
infeksi.
·
Hasil
pasien : menunjukkan tidak ada gangguan neurologis lebih lanjut.
·
Kriteria
Evaluasi : tidak ada tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial, kejang dan
infeksi.
Intervensi
|
Rasional
|
Peningkatan TIK
1.
Pantau
·
Status neurologis. Setiap 2 jam dalam 48 jam pertama. Kemudian setiap 4
jam bila stabil.
·
Masukan dan haluaran setiap 2 jam dalam 48 jam pertama, kemudian setiap
8 jam bila haluaran urine melebihi 240cc/8 jam.
·
Ukur berat jenis urine setiap 4 jam dan kalau perlu, khususnya bila
warna urine jauh melebihi masukan cairan.
|
Untuk mengevaluasi efektifitas terapi.
|
2. Pertahankan posisi kepala tempat
tidur antara 30-40 derajat. Bantal kecil dapat ditempatkan dibawah kepala.
|
Untuk mencegah peningkatan tekanan inttrakranial.
|
3. Beritahu dokter bila ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan lakukan tindakan sesuai
program.
|
Tindakan yang cepat diperlukan untuk mengatasi tekanan.
Pernafasan dapat terhenti jika meningkatnya tekanan intrakranial tidak di atasi.
|
4. Berikan glukokortikosteroid sesuai
program
|
Untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan diuresis.
|
5. Lakukan tindakan-tindakan untuk
mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
a.
Ingatkan pasien untuk menghindari batuk
b.
Berikan pelunak feses sesuai program dan evaluasi efektifitasnya.
c.
Berikan antiematik sesuai program bila pasien mengeluh mual.
d.
Pertahankan fungsi selang nasogastrik, bila digunakan, untuk mengurangi
kompresi pada lambung dan mengurangi kemungkinan muntah.
|
Batuk, mengejan dan muntah merangsang manuver valsalva.
Manuver valsalva meningkatkan tekanan intratorakal yang mengakibatkan darah
kembali ke otak karena kompresi jaringan vena sentral. Bendungan vena-vena
ini meningkatkan tekanan intrakranial.
|
6. Beritahu dokter bila berat jenis
urine rendah, disertai haluarannya berlebihan dalam hubunganya dengan masukan
cairan.
|
Temuan ini dapat merupakan indikasi diabetes insipidus (
diabetes yang ditandai dengan peningkatan ekskresi urine dengan berat jenis
yang rendah dan disertai dengan rasa haus yang hebat ), mencerminkan adanya
cedra pada kelenjar hipofise.
|
7. Beri tahu dokter bila ada
perubahan dalam status neurologis yang berbeda dari nilai normal.
|
Akibat gangguan neurologis residual tidak disadari sampai
edema serebral teratasi. Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan
gangguan neurologis lebih lanjut.
|
Kejang
1. Berikan antikonvulsan sesuai
program. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium yang mencerminkan kadar
antikonvulsan didalam serum.
2. Segera beri tahu dokter bila
terjadi kejang, dan lakukan intervensi secara tepat.
|
Untuk mengontrol kejang, antikonvulsan menyebabkan
depresi aktivitas listrik otak. Kadar antikonvulsan didalam darah bervariasi.
Kadar yang cukup sangat penting untuk mempertahankan kondisi agar tidak
terjadi kejang.
Edema serebral terjadi akibat meningkatnya tekanan
intrakranial, dan iritasi meningkat dapat merangsang kejang.
|
Infeksi ( Meningitis
) :
1. Pantau
·
Tanda-tanda vital setiap jam sampai stabil, kemudian setiap 2 jam dalam
48 jam berikutnya, kemudian setiap 4 jam.
·
Status neurologis setiap 2 jam dalam 48 jam, kemudian setiap 4 jam
2. Beritahu dokter bila:
·
Ada keluhan kaku kuduk
·
Sakit kepala
·
Gelisah
·
Penurunan sensori
·
Demam
3. Berikan antibiotik sesuai program
|
Untuk mengevaluasi efektifitas terapi.
Temuan-temuan ini secara bersama-sama dapat merupakan
tanda-tanda meningitis. Dokter kemungkinan akan melakukan fungsi lumbal untuk
memastikan dignosis. Pengobatan antibiotik secara tepat dibutuhkan untuk
mengatasi infeksi.
Sebagai pencegahan terhadap infeksi
|
6. Resiko terhadap kerusakan terhadap
penatalaksanaan pemeliharaan di rumah
·
Batasan
karakteristik : kemungkinan adanya sisa
gangguan sensori/ motorik tetapi hidup sendiri, ungkapan kurangnya pemahaman,
meminta informasi, keluarga mengungkapkan ketidakmampuannya untuk merawat
karena keterbatasan fisik atau finansial.
·
Kreteria
hasil : pasien atau keluarga mengungkapkan kepuasanya akan rencana pulang.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Libatkan pasien dengan keluarga dalam AKS. Mulai dengan tugas-tugas
sederhana seperti mencuci / mengelap muka, sikat gigi dan sebagainya. Bantu
dalam melakukan kebersihan diri, defekasi, makan ambulasi sampai individu
mampu melakukanya sendiri.
2. Evaluasi tingkat pemahaman dan
kemampuan mengikuti instruksi serta melakukan aktivitas mandiri. Diskusikan
dengan pasien dan keluarganya tentang pengaturan kesinambungan asuhan
perawatan di rumah. Bila pasien mengalami gangguan neurologis, hubungi
institusi pelayanan rehabilitasi yang
mempunyai spesialisasi tertentu (terapi fisik, terapi okupasi, terapi
wicara). Konsultasi dengan pekerjaan sosial atau bagian yang menangani
pemulangan pasien untuk mengatur pelayanan perawatan di rumah atau
menempatkanya di panti rehabilitasi sesuai dengan pilihan pasien atau
keluarganya.
|
Melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
meningkatkan kelenturan sendi, dan membantu mempertahankan harga diri.
Rencana perawatan di rumah penting
untuk menjamin kelangsuungan perawatan guna membantu pasien memperoleh
kembali fungsi optimalnya.
|
D.
Evaluasi
Kriteria Evaluasi
Hasil yang
diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;
1. Tidak
timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2. Luka
insisi normal tanpa infeksi.
3. Tidak
timbul komplikasi.
4. Pola
eliminasi lancar.
5. Pasien
tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6.
Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7. Sebelum
pulang, pasien mengetahui tentang :
a) Pengobatan lanjutan.
b) Jenis obat yang diberikan.
c) Diet.
d) Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
Coin Casino Review | Honest Review by CasinoWow
BalasHapusRead 제왕카지노 our review of Coin Casino, 인카지노 one of the top providers of mobile gambling 카지노 and other crypto games. We also recommend their no deposit bonus,